Peringatan hari kemerdekaan negara pada tahun ini adalah hari kemerdekaan yang sangat melelahkan dan penuh dengan perjuangan bagiku. Di mana lima hari sebelum perigatan aku dan tim teaterku harus berlatih dan berjuang keras untuk memeriahkan upacara peringatan kemerdekaan di alon-alon. Setiap hari, dari aku terbangun hingga terlelap aku tak pernah sempat menghela nafas untuk istirahat, karena tuntutan harus menghafalkan gerak untuk drama kolosal. Sepintas semua itu hanyalah hal yang mudah untuk di jalani dan tidak memerlukan pengorbanan, namun semua itu terasa penuh perjuangan karena pada bulan itu juga merupakan bulan Ramadhan, hari-hari kami menjadi sangat melelahkan dan di hantui rasa malas. Namun sesekali kami teringat perjuangan para pahlawan bangsa beberapa tahun silam yang berjuang merebut kemerdekaan juga tepat pada bulan Ramadhan. Itulah yang membuat kami terus semangat dalam menjalani hari-hari kami dengan tantangan seperti itu. Seolah-olah kami adalah bunga bangsa yang rela gugur demi kemerdekaan. Pagi, siang, dan malampun kami harus mengadakan latihan hingga larut malam, di tambah dengan setumpuk tugas yang menunggu kami.
Pada malam hari terakhir sebelum pentas, aku datang latihan di sekolah tanpa membawa kendaraan. Kemudian pada saat pulang aku mencoba menghubungi orang tuaku, tak lama kemudian ada balasan dari orang tuaku bahwa ibuku telah meninggalkan sepeda motornya untukku di area parkir sekolahku dan kuncinya di titipkan seseorang bernama Eko. Dalam benakku aku berkata,”siapakah Eko itu? Aku tak mengenalnya”. Lalu ku abaikan semua itu dan segera bergegas untuk mencari Eko. Pada saat itu semua teman-temanku sudah pulang. Namun semakin banyak saja gerombolan kakak kelas laki-laki yang datang lantaran mengikuti renungan malam hari kemerdekaan yang di mulai pukul 12.00 malam. Jadi harapanku untuk menemukan kunci itu tidak memudar sedikitpun. Namun, betapa bimbangnya hatiku ketika aku tidak dapat menemukan orang bernama Eko di sekolah. Menurut beberapa kakak kelas Eko sudah pulang satu jam yang lalu.
Aku sangat panik. Dalam kepanikanku tiba-tiba ada seorang laki-laki tinggi, putih, dan ganteng muncul dari kegelapan malam menghampiriku dan berdiri di hadapanku, rasanya dekat sekali. Hatiku berdebar-debar tak menentu. Dia tau akan kebimbangan yang melandaku, dengan nada lirih dia bertanya tentang apa yang terjadi padaku. Aku berusaha menceritakan semua yang terjadi, kemudian dia beranjak dari hadapanku untuk meminjam handphone milik temannya untuk menghubungi Eko. Aku terkagum-kagum betapa baiknya laki-laki ini. Dia berhasil mendapatkan informasi dari Eko, ternyata kunci itu telah di pindah tangankan ke seseorang bernama Rendy. Oh tidak, betapa pusingnya aku. Ternyata Rendy juga sudah pulang.
Aku tidak tahu lagi harus berbuat apa, karena renungan sudah akan di mulai dan haripun semakin larut aku memutuskan meminjam handphone padanya dan menghubungi kakakku untuk mengantarkan duplikat kunci, meskipun sebelumnya kakakku dan orang tuaku telah berkata hanya bisa menemuiku lebih dari jam 12 malam, dan aku mau untuk menunggunya. Walaupun sendiri aku menanti. Dan perlahan laki-laki itu menghilang di telan dinginnya malam.
Kian lama kian dingin dan mencengkeram kurasakan. Pikiranku tak karuan, entah apa yang yang ku pikirkan. Inilah tengah malam di sudut sekolah aku hanya sendri terpaku di temani penjaga malam yang sunyi. Alhamdulillah setelah lama menunggu akhirnya kakakku datang dengan membawa duplikat kunci itu. Alangkah senang dan leganya hati ini.
Di tengah-tengah perjalanan pulang aku memikirkan laki-laki itu, betapa polos dan baikknya laki-laki itu, dan aku berharap bisa bertemu dengannya lagi di lain kesempatan.
0 Komentar:
Komen disini ya :)